-->
  • Pangan Jelek Menjadi Masalah dan Sampah Makanan (Food loss) Ini Solusinya

    Pangan Jelek Menjadi Masalah dan Sampah Makanan (Food loss) Ini Solusinya

    Definisi Food Loss

    Definisi Food Loss

    Food Loss adalah penurunan kualitas makanan dari pemasok bahan makanan di luar ritel, konsumen, penyedia jasa makanan. Food loss ini bisa terjadi terutama karena kurangnya infrastruktur yang memadai untuk penyimpanan dan transportasi makanan, serta praktik pertanian yang tidak efisien. Sementara itu, Food Waste pada tahap konsumsi rumah tangga terkait dengan perilaku pembelian berlebihan, kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan makanan yang tepat, dan penolakan terhadap produk dengan penampilan yang tidak sempurna (FAOUN, 2019). Bisa dikatakan food loss ini adalah bahan makanan yang rusak karena penanganan hasil pertanian yang kurang baik atau pembelian yang berlebihan, sehigga rusak tidak bisa di jual atau tidak layak di konsumsi.

    Food Loss Semakin Meningkat

    Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada tahun 2019, total jumlah makanan yang terbuang di Indonesia mencapai sekitar 23 juta ton. Sekitar 12 juta ton adalah Food Loss yang terjadi pada tahap produksi dan distribusi, sedangkan 11 juta ton sisanya adalah Food Waste yang terjadi pada tahap konsumsi rumah tangga. Berdasarkan data Bappenas, WRI, UK Aid Foundation & Waste4Change tahun 2021, bahwa timbunan Food Loss and Waste (FLW) Indonesia sejak tahun 2000-2019 mencapai 23 – 48 juta ton/tahun atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun. Hasil timbunan ini berasal dari lima tahap rantai pasok yaitu tahap produksi, tahap-pasca panen dan penyimpanan, tahap pemrosesan dan pengemasan, tahap distribusi dan pemasaran dan yang terakhir konsumsi. 

     

    Hortikulturan Memiliki Food Loss and Waste Tertinggi

    Timbunan FLW tertinggi di Indonesia adalah berada pada tahap konsumsi mencapai 5-19 juta ton/tahun. Jika dilihat dari kontribusi jenis pangan yang paling tidak efisien dan pangan menghasilkan FLW adalah sektor hortikultura. Tidak efisiennya sektor  hortikultura ini akan memiliki dampak yang cukup signifikan mencapai 50,92 triliun rupiah atau sekitar 49 FLW dampak ekonomi jika dibandingkan dengan sektor perkebunan, peternakan, tanaman pangan dan perikanan (lestari, 2022). jelas hortikulturan memiliki Food loss waste tertinggi karena hortikutura merupakan jenis-jenis tumbuhan sayur dan buah yang menjadi konsumsi masyarakat. hasil pertanian hortikiltura ini juga merupakan hasil yang cepat busuk jika tidak dilakukan penanganan yang baik. 

    Sayur dan Buah Menjadi paling tinggi Rugi karena Food Loss dan waste

    Jika dilihat dari dampak kehilangan ekonomi tertinggi itu berada pada sektor pangan sayur dan buah. Sayur-sayuran mencapai 25,95 Triliun rupiah atau 56 % FLW dan sedangkan Buah-Buahan mencapai 24,83 Triliun rupiah atau 40 % FLW. Penyebab Pendorong utama FLW di Indonesia adalah 

    1. kurangnya implementasi Good Handling Practice (GHP), 
    2. kualitas ruang penyimpanan yang kurang optimal, 
    3. standar kualitas pasar dan preferensi konsumen, 
    4. kurangnya informasi/edukasi pekerja pangan & konsumen, serta 
    5. kelebihan porsi dan perilaku konsumen. 

    Permasalah FLW ini paling banyak dihadapi di tingkat petani, dimana petani tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang Good Handling Practice (GHP), tidak memiliki penyimpanan, standar kualitas hasil sesuai permintaan pasar. Selain itu juga kebanyakan petani Indonesia yang tergantung kepada tengkulak, tengkulak sendiri biasanya cenderung lebih membeli semua hasil pertanian. Pembelian secara Borongan ini nantinya akan di grade sesuai dengan permintaan pasar sehingga banyak sekali hasil-hasil petani yang tidak di beli oleh tengkulak atau hanya di beli dengan harga pasar.  Untuk hasil pertanian yang di bawah grade pasar atau bentuknya tidak sesuai ini sering disebut Food Ugly, biasanya akan di buang atau di bawa ke pasar oleh tengkulak untuk di jual murah. 

    Food Ugly Menjadi Masalah

    Food Ugly di pasar kadang laku atau bahkan tidak laku sehingga nantinya akan menjadi sampah. Melihat dari perilaku masyarakat Indonesia jika harga murah pasti akan dibeli banyak akan tetapi sesampainya di rumah akan disimpan dan akan menjadi sampah kembali. Food ugly sendiri biasanya tidak akan bisa disimpan dengan lama jika tidak ada penanganan yang khusus.  Berdasarkan Permasalah di atas perlu adanya penanganan hasil pertanian hortikultura terutama buah dan sayur yang di bawah grade pasar atau food ugly sehingga layak dijual dengan harga mahal atau dapat disimpan lama. Hortikultura yang harus penanganan khusus dan banyak food ugly adalah buah-buahan. 

    Contoh Salah satu Buah Naga yang memiliki Food Loss dari food Ugly

    Buah naga adalah satu satu buah yang memiliki food ugly tinggi, karena buah naga ini merupakan pangan konsumsi langsung. Kabupaten Banyuwangi adalah penghasil buah naga terbesar di Indonesia dengan jumlah produktivitas sampai 265 kuintal/ha dengan luas lahan buah naga di Banyuwangi mencapai 1.275,5 ha (Satu data Kabupaten banyuwangi, 2021). 

    Kita ambil Contoh data buah naga yang di bawah grade adalah buah naga yang dengan grade C dan grade B, untuk grade C biasanya karena ukuran buah kecil di bawah 250 gram sedangkan grade B itu karena ada bekas hama penyakit di tanaman. Buah naga ukuran seperti ibu di tingkat petani ketika musim harganya bisa mencapai 500-2.000 rupiah. Buah grade C sendiri itu bisa mencapai 17 % dari jumlah panen per hektar. Buah dengan grade seperti ini akan cepat rusak dan di jual dengan murah sehingga daya beli tinggi akan tetapi tidak bisa menangani akan mengakibatkan buah menjadi rusak dan akan menjadi sampah. 

    Pemecahan Food Loss dari Food Ugly


    Konsep Food Loss
    Konsep mengurangi Food loss 


    Permasalahan food loss dan food ugly adalah dengan membuat suatu tempat pengolahan dan penanganan hasil pertanian di sekitar tempat produksi atau lahan pertanian. dari sumberdaya manusianya kembali harus diberikan pengetahuan atau keterampilan dalam melakukan penangan hasil pertanian. Dengan di berikannya tempat dan keremapilan untuk penanganan dan pengolahan hasil akan membuat food ulgy atau food loss menjadi tahan lama dan laku untuk di jual.
      Kita ambil contoh aja dari buah naga, untuk buah-buah yang di bawah grade dilakukan pengolahan menadi dodol buah naga atau sirup buah naga. untuk buah yang benar-benar tidak layak konsumsi bisa juga di buah menjadi pupuk organik dan bisa untuk pemupukan lahan kembali untuk mengurangi cost pembelian pupuk.

  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

Pengikut

Powered by Blogger.